Senin, 25 September 2023

Intervensi Sensitif

Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan. Intervensi sensitif terbagi menjadi 4 jenis yaitu penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi serta peningkatan akses pangan bergizi.

Air Minum dan Sanitasi. Pada anak yang diare atau cacingan, zat gizi dari makanan yang dikonsumsi tidak diserap oleh tubuh. Bahkan, dalam kondisi tertentu, tubuh memecah cadangan makanan untuk melawan infeksi sehingga membuat anak menjadi kurus. Infeksi berulang yang terjadi dalam waktu cukup lama bisa menjadi faktor pemicu terjadinya stunting. Kejadian infeksi sangat terkait dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti tidak tersedianya akses air bersih, sarana sanitasi layak, dan pengelolaan sampah. Dengan demikian, penyediaan air bersih dan sanitasi memiliki peran penting dalam penurunan stunting karena berhubungan erat dengan upaya pencegahan infeksi penyakit.

Upaya untuk menyediakan sarana air bersih dan sanitasi baik di pedesaan maupun di perkotaan dilakukan antara lain melalui program Penyediaan Air minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

PAMSIMAS bertujuan untuk meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat, meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan sanitasi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat dan meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat. Sedangkan, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) bertujuan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan dengan metode pemicuan. Lima pilar dalam STBM adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga,dan pengelolaan limbah cair rumah tangga.

Pelayanan Gizi dan Kesehatan. 

1.  KB

Pelayanan kesehatan dalam Keluarga Berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas melalui upaya promotif, preventif, pelayanan, dan pemulihan termasuk perlindungan efek samping, komplikasi, dan kegagalan alat kontrasepsi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi, serta pelayanan infertilitas. Melalui KB, masyarakat jadi bisa mengatur jarak kehamilannya sehingga lebih mudah untuk memastikan ketercukupan gizi anak.

2. JKN

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diimplementasikan mulai tahun 2014 ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi seluruh penduduk agar dapat mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa hambatan finansial. Bagi penduduk miskin dan hampir miskin, pemerintah memberikan bantuan iuran agar seluruh masyarakat tercakup dalam layanan JKN. Dengan adanya jaminan kesehatan, ibu hamil maupun bayi dan balita dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas secara tepat waktu, seperti pemeriksaan kehamilan, imunisasi serta pengobatan penyakit atau infeksi. Hal ini tentunya akan berkontribusi dalam upaya penurunan stunting melalui peningkatan status kesehatan ibu dan balita.

3. PKH

Program Keluarga Harapan merupakan program Bantuan Tunai Bersyarat yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007. Program ini ditujukan untuk keluarga miskin dengan ibu hamil, anak balita dan anak usia sekolah. Keluarga yang mendapat PKH akan memperoleh uang tunai apabila melaksanakan beberapa persyaratan, antara lain ibu hamil datang melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan minimal 4 kali, anak balita datang ke posyandu setiap bulan, dan anak sekolah hadir di fasilitas pendidikan. PKH bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin dalam jangka pendek dan mengatasi kemiskinan antar generasi dalam jangka panjang. Keluarga penerima manfaat PKH juga akan didampingi agar pengetahuan dan kesadaran keluarga mengenai kesehatan dan gizi dapat meningkat sehingga uang tunai yang diperoleh dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas asupan gizi ibu hamil, anak balita, dan anak sekolah.

Edukasi, Konseling dan Perubahan Perilaku. 

1. Penyebaran informasi melalui media

Media memainkan peranan penting dalam edukasi ke masyarakat. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan dan Kominfo bekerja bersama untuk membuat kampanye dan komunikasi perubahan perilaku di masyarakat. Kominfo meluncurkan kampanye Genbest (Generasi Bersih dan Sehat) untuk meningkatkan kesadaran remaja dalam mencegah stunting. Kampanye ini dapat diakses melalui http://genbest.id/.

2. Konseling perubahan perilaku antar pribadi

Perubahan perilaku yang dilakukan melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan bagian yang penting dari intervensi sensitif untuk menurunkan stunting. Beberapa kegiatan terkait upaya perubahan perilaku antara lain penyuluhan untuk mencegah pernikahan dini, penyuluhan keluarga berencana, penyululuhan gizi dan kesehatan, penyuluhan gemar bercocok tanam, dan penyuluhan gemar makan ikan. Kegiatan KIE dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik melalui media massa cetak dan elekronik, kegiatan pendidikan, pertemuan langsung, dan juga melalui seni budaya.

3. Konseling pengasuhan untuk orang tua

Kegiatan pola asuh (parenting) ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam menerapkan pengasuhan yang tepat pada anak, termasuk di dalamnya perbaikan pola asuh untuk mencegah stunting. Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai metode, dalam bentuk pelatihan pada kegiatan di Posyandu maupun pada kegiatan di PAUD dan BKB.

Pola asuh berkaitan dengan perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Dalam pemberian makanan, orang tua perlu membiasakan anak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan serta menghindari makanan yang manis, asin, dan berlemak. Kebiasaan memandikan anak, mengajari anak buang air besar pada tempatnya, perilaku cuci tangan, dan hal-hal lainnya juga akan membantu membiasakan anak untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

4. PAUD (Pendidikan anak usia dini)

Upaya penurunan stunting di PAUD dan Bina Keluarga Balita (BKB) ditempuh dengan dua pendekatan yaitu: (1) penyediaan makanan bergizi seimbang sesuai dengan kondisi pertumbuhan anak; dan (2) pengenalan makanan seimbang dan faktor terkait stunting lainnya melalui Alat Permainan Edukatif (APE) yang digunakan oleh Posyandu. Mengingat periode emas pertumbuhan dan perkembangan terjadi sampai anak berusia 2 tahun, maka prioritas peningkatan status gizi anak adalah melalui pemberian MP-ASI dan makanan yang memenuhi prinsip gizi seimbang.

5. Konseling kesehatan reproduksi untuk remaja

Remaja diberikan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi agar mereka memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab berkaitan dengan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksualnya. Tujuannya untuk melindungi remaja dari risiko pernikahan usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, infeksi menular seksual dan penyakit lainnya. Apabila kehamilan tidak direncanakan dengan baik atau hamil pada usia yang terlalu muda, maka hal ini akan memperbesar risiko melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

6. PPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak)

Perempuan dan anak seringkali rentan terhadap kekerasan. Selain itu, masih banyak praktik di keluarga yang berkaitan dengan gender dan mempengaruhi asupan gizi perempuan. Misalnya, makanan biasanya diberikan kepada kepala keluarga atau anak laki-laki terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh ibu dan anak perempuan. Akibatnya, perempuan memiliki status gizi yang lebih rendah dari laki-laki. Hal ini bisa mengakibatkan anemia pada masa remaja yang apabila berlanjut hingga kehamilan, berpotensi melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Akses Pangan Bergizi.

1. Bantuan Pangan Non Tunai

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) adalah bantuan sosial pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan/e-warong yang bekerjasama dengan bank. Program ini dijalankan sejak tahun 2018. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban pengeluaran dan menyediakan makanan yang lebih bergizi dengan menyediakan beras dan telur untuk keluarga miskin. BPNT merupakan transformasi dari penyaluran Raskin (Beras Untuk Rumah Tangga Miskin) dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017. Penyaluran secara non tunai diharapkan dapat meningkatkan transparansi program serta memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk menggunakan bantuan tersebut secara bijak sesuai kebutuhannya. Kartu elektronik dapat digunakan untuk memperoleh beras, telur, dan bahan pokok lainnya di pasar, warung, dan toko. Melalui BPNT, masyarakat dapat memperoleh nutrisi yang lebih seimbang karena tidak hanya memenuhi kebutuhan karbohidrat melalui beras, tetapi juga bahan pangan lainnya seperti telur yang tinggi protein. Oleh karena itu, kehadiran BPNT bagi keluarga pra sejahtera sangat penting untuk mencukupi kebutuhan gizi mereka.

2. Fortifikasi Bahan Pangan Utama (Garam, Tepung Terigu dan Minyak Goreng)

Fortifikasi adalah pengayaan zat gizi terutama vitamin dan mineral ke dalam bahan pangan tertentu yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Fortifikasi bahan pangan di Indonesia sudah dilakukan sejak lama, dimulai dengan fortifikasi iodium pada garam yang diwajibkan pada tahun 1994. Persyaratan mutu iodisasi garam ini diatur dengan SNI Nomor 3556:2010 tentang Garam Konsumsi Beryodium. Selain penerapan SNI wajib, dilakukan juga pembinaan terhadap produsen garam untuk meningkatkan ketaatan mereka terhadap fortifikasi.

Kebijakan fortifikasi juga sudah diterapkan pada tepung terigu dengan menambahkan zat besi (Fe), asam folat, Zink, dan vitamin B1 dan B2 sebagaimana diatur dalam SNI Nomor 3751:2009. Pengayaan bahan pangan lain yang juga dilakukan adalah fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah.

Fortifikasi pangan dinilai sebagai salah satu upaya pemenuhan zat gizi mikro masyarakat yang terbukti cost-effective. Hal ini karena fortifikasi dilakukan pada bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat luas, terutama oleh penduduk yang kurang mampu. Kedepannya, masih terdapat beberapa bahan pangan lain yang potensial untuk difortifikasi seperti beras.

3. KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari)

Program-program yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian dan meningkatkan ketahanan pangan merupakan komponen penting dalam program Percepatan Perbaikan Gizi 1000 HPK. Program tersebut memastikan ketersediaan pangan bergizi dengan harga terjangkau untuk semua golongan masyarakat. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) berfungsi sebagai basis ketahanan pangan. Program ini menitikberatkan kegiatannya pada pemberdayaan kelompok wanita tani dengan memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan tanam untuk semua jenis tanaman yang bernilai gizi konsumsi keluarga. Sehingga, keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangannya dengan tanaman yang ada di pekarangan rumah.

4. Penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan

Regulasi label dan iklan pangan penting dilakukan agar konsumen mengetahui produk yang akan dia konsumsi dan mampu membuat keputusan yang baik untuk kesehatannya. Membaca label makanan kemasan dan memahami komposisi serta anjuran penyajian yang tertera adalah cara penting untuk mengatur asupan gizi yang akan dikonsumsi, khususnya gula, garam, dan lemak. Konsumsi melebihi takaran yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, hipertensi, hingga stroke. Selain itu, klaim produk susu formula untuk ibu hamil dan menyusui yang tidak tepat juga dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah kesehatan sehingga perlu diawasi dengan seksama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Deteksi Dini Stunting

Mengenal Stunting: Deteksi Dini, Dampak, dan Pencegahannya 5 April 2022, 10.23   Oleh:  helmyati   Stunting merupakan salah satu permasalaha...