Senin, 25 September 2023

Intervensi Spesifik

Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan lingkungan. Terdapat 9 poin intervensi gizi spesifik, yaitu: 

Pemberian Makanan Tambahan Bagi Ibu Hamil dan Balita Kurus. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dilakukan kepada ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronik (KEK). Identifikasi dilakukan dengan cara mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA) dan dinyatakan berisiko apabila LILA kurang dari 23,5 cm. Ibu yang mengalami KEK berisiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Sehingga, untuk mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil KEK diberikan Makanan Tambahan Ibu Hamil.

Sementara itu, PMT Balita diberikan pada balita kurus usia 6-59 bulan yang indikator Berat Badan (BB) menurut Panjang Badan (PB)/Tinggi Badan (TB) kurang dari minus 2 standar deviasi (<- 2 SD) yang tidak rawat inap dan tidak rawat jalan.

Tablet Tambah Darah Bagi Remaja, WUS dan Ibu Hamil. Remaja putri (rematri) rentan menderita anemia karena banyak kehilangan darah pada saat menstruasi. Remaja yang menderita anemia berisiko tinggi untuk mengalami anemia pada masa kehamilannya. Hal ini akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin serta berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan. Oleh karena itu, remaja dan wanita usia subur (WUS) perlu meminum Tablet Tambah Darah (TTD) sebanyak satu kali dalam seminggu. Sementara, ibu hamil mengkonsumsi TTD sebanyak 90 tablet atau lebih selama masa kehamilannya untuk mencegah anemia saat hamil.

Promosi dan Konseling Menyusui. Untuk mencegah stunting, terdapat standar ideal (golden standard) yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu: (1) pemberian ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai usia 6 bulan; (2) pemberian MP-ASI mulai usia 6 bulan; dan (3) lanjutan pemberian ASI sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. Pemberian ASI eksklusif (bayi diberikan ASI saja tanpa tambahan apapun) pada bayi usia 0-6 bulan sangat penting tidak saja untuk meningkatkan status gizi tetapi juga untuk kelangsungan hidup (survival) bayi. Untuk itu, diperlukan promosi dan edukasi untuk memberikan ASI eksklusif melalui berbagai cara baik pertemuan langsung (konseling menyusui oleh tenaga kesehatan terlatih) maupun promosi di media massa cetak dan elektronik. Pemberian ASI Eksklusif diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012.

Promosi dan Konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Setelah pemberian ASI secara eksklusif selama usia 0-6 bulan, selanjutnya bayi mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI lanjutan sampai dengan usia 2 tahun atau lebih. Pemberian MP-ASI mulai usia 6 bulan menjadi sangat penting mengingat pada usia 6-11 bulan kontribusi ASI pada pemenuhan  kebutuhan gizi hanya dua per tiga sedangkan sepertiganya harus dipenuhi dari MP-ASI. Seiring bertambahnya usia, kehadiran MP-ASI menjadi semakin penting. Pada saat bayi berusia 12-23 bulan, dua per tiga pemenuhan kebutuhan gizi berasal dari MP-ASI.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian MP-ASI adalah kuantitas dan kualitasnya memenuhi prinsip gizi seimbang agar tidak cenderung tinggi karbohidrat tetapi juga memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. MP-ASI ada yang bersifat pabrikan dan ada yang berbasis pangan lokal. Keduanya dapat diberikan, namun MP-ASI berbasis pangan lokal akan lebih berkelanjutan karena memanfaatkan pangan yang ada di masyarakat.

Tatalaksana Gizi Buruk. Balita dengan status gizi buruk perlu ditangani segera dengan intervensi pemulihan yang dapat dilakukan dengan metode pendekatan individual maupun pendekatan masyarakat. Secara umum, balita gizi buruk tanpa penyakit penyerta cukup ditangani dengan pemberian makanan tambahan untuk mengejar pertumbuhannya. Sementara, pada balita gizi buruk yang memiliki penyakit penyerta harus dilakukan pengobatan penyakitnya terlebih dahulu untuk selanjutnya diberikan makanan tambahan.

Di daerah-daerah dengan jumlah kasus gizi buruk yang tinggi didirikan Pusat Pemulihan Gizi (Therapeutic Feeding Center/TFC). Di TFC, balita gizi buruk akan diberikan perawatan dan pemberian makanan tambahan secara intensif sesuai dengan usia dan kondisinya dengan melibatkan peran serta aktif orang tua. Agar orang tua bersedia untuk membawa balita gizi buruk ke TFC, beberapa daerah menyediakan kompensasi sebesar upah harian untuk menggantikan hari kerja yang hilang selama mendampingi anak di TFC. Hal lain yang penting adalah upaya untuk menjaga kontinuitas perawatan dan pemberian makanan bergizi saat anak kembali ke rumah.

Pemantauan dan Promosi Pertumbuhan. Kegiatan pemantauan pertumbuhan dilakukan sejak anak berusia 0-72 bulan dengan penimbangan berat badan setiap bulan dan pengukuran tinggi badan setiap 3 bulan sekali. Kegiatan pemantauan dilakukan di fasilitas kesehatan dasar hingga taman kanak-kanak. Pencatatan pemantauan dilakukan di Kartu Menuju Sehat (KMS). Jika berat badan anak di bawah garis merah, artinya anak mengalami kurang gizi sedang hingga berat.

Suplementasi Mikronutrien. Suplementasi mikronutrien terdiri dari suplementasi kalsium untuk ibu hamil serta suplementasi kapsul vitamin A, suplementasi taburia, dan suplementasi zinc untuk pengobatan diare bagi anak usia 0-59 bulan. Vitamin A diberikan di Posyandu setiap bulan Februari dan Agustus. Sejak tahun 2016, pemberian vitamin A dilakukan terintegrasi dengan pemberian obat cacing dan imunisasi campak.

Taburia merupakan tambahan multivitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita usia 6-59 bulan dengan prioritas balita usia 6-24 bulan. Taburia mengandung 12 macam vitamin dan 4 jenis mineral yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang dan mencegah terjadinya anemia pada balita. Taburia diberikan kepada anak dengan menambahkannya pada sarapan pagi yang disiapkan di rumah.

Pemeriksaan Kehamilan dan Imunisasi. Pemeriksaan kehamilan (Antenatal care) dilakukan selama minimal 4 kali selama masa kehamilan, yaitu satu kali pada trimester 1, satu kali pada trimester 2 dan dua kali pada trimester 3. Pemeriksaan ini dilakukan oleh tenaga kesehatan dan dicatat di buku KIA. Selain itu, ibu hamil juga harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk menghindari tetanus neonatorium. Pada saat pemeriksaan kehamilan pertama, ibu hamil akan ditanyai mengenai status imunisasi tetanusnya. Ibu hamil minimal memiliki status imunisasi T2 agar memiliki perlindungan terhadap infeksi tetanus.

Manajemen Terpadu Balita Sakit. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah pendekatan pelayanan terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang berfokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di layanan rawat jalan fasilitas kesehatan dasar. Pelayanan MTBS dilakukan oleh perawat atau bidan dengan supervisi dokter yang terlatih. Pada daerah yang kesulitan mengakses layanan kesehatan, tenaga nonkesehatan diperbolehkan melakukan pelayanan kuratif terbatas dengan pendekatan MTBS berbasis masyarakat (MTBS-M).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Deteksi Dini Stunting

Mengenal Stunting: Deteksi Dini, Dampak, dan Pencegahannya 5 April 2022, 10.23   Oleh:  helmyati   Stunting merupakan salah satu permasalaha...